Zadul Mustaqni: Kitab Jual Beli. Al Ghashab #3 l Ustadz Dr. Erwandi Tarmidizi, M.A.

Rodja TV Rodja TV Videos
164Views
  • Facebook
  • Whatsapp
  • Twitter
  • Share

Cabang-Cabang Dari Kaidah Al-Ghashab merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, M.A. dalam pembahasan Kitab Zadul Mustaqni Bab Al Gosob bagian 3. Kajian ini disampaikan pada Kamis, 2 Dzulhijjah 1441 H / 23 Juli 2020 M.

Masih dalam Bab Al-Ghashab tentang beberapa cabang-cabang dari kaidah Al-Ghashab (menguasai hak orang lain dengan cara paksa dan bukan atas nama hak).

Mualif berkata:

وإن بَنَى في الأرض أو غَرَس لزمه القلع وأرْش نقصها وتسويتها والأجرة
“Dan apabila seseorang membangun di atas tanah seseorang atau dia menanamnya, maka wajib baginya untuk mencabutnya atau menambahkan tanah yang kurang dan meratakannya dan membayar biaya atau upah dari penggunaan lahan tersebut.”

Jadi jika si tukang rampas tadi menguasai hak orang dengan cara tanpa hak. Misalnya ada tanah yang pemiliknya mungkin berada di tempat yang jauh. Lalu kemudian dia bangun di atasnya rumah atau ruko atau rumah bedeng atau rumah pondok dan segala macamnya atau dia tanam tumbuhan tua (seperti pohon jati, pohon mangga, pohon durian). Ketika si pemiliknya mengetahui itu dan dia mengatakan “kembalikan tanah saya”, maka si perampas melakukan hal-hal berikut ini:

Kalau dia membangun bangunan di tanah tersebut, maka harus dia runtuhkan dan dia ambil semuanya sampai ke pondasinya.
Kalau pohon, maka harus dia tebang dan dia cabut sampai ke akar-akarnya.

Hal ini tentu kalau tidak ada manfaat bagi si pemilik tanah. Kalau ada manfaat bagi pemilik tanah, maka pertambahan dari tanah itu adalah miliknya pemilik tanah. Hal ini karena tidak ada perintah untuk membangun atau menanam di atasnya. Kalau pemilik tanah mengatakan: “Saya ingin tanahnya dan apa yang di atasnya tinggalkan, kamu nggak perlu cabut, nggak perlu bayar biaya lagi”, kalau si perampas meminta uang, maka kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

وَلَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ
“Jerih payah dari yang dzalim itu tidak ada haknya.” (HR. Bukhari)

Sehingga orang yang merampas dengan cara dzalim, tidak ada hak bagi dia untuk dibayarkan atas biaya yang telah dikeluarkannya untuk membangun dan untuk mencabut.

Jadi solusinya bisa jadi dia cabut, hal ini kalau umpamanya si pemilik tanah tidak ingin rumah seperti yang sudah dibangun oleh perampas. Misalnya si pemilik tanah ingin membuat ruko, sedangkan si perampas membangun rumah tinggal. Maka untuk menghancurkan bangunan tersebut memerlukan biaya yang mungkin biayanya lebih besar daripada membangunnya. Maka ini menjadi kewajiban si ghasib (perampas). Tentu si ghasib dipaksa oleh pihak yang berwenang.

Jika ditanami pohon tua kemudian si pemilik ingin menanam pohon yang sama, maka لا ضرر ولا ضرار (Tidak boleh memberikan mudzarat tanpa disengaja ataupun disengaja). Kalau si pemilik tanah ingin menanam pohon durian dan pohon mangga juga. Jika pohon itu harus dicabut, berarti akan ada mudzarat terhadap pohon tadi. Sedangkan bagi si ghasib tidak ada manfaatnya pohon ini lagi. Maka bisa dibiarkan saja.